Ketika pemain asal Eropa ingin cari tantangan keluar dari Liga Eropa, biasanya Liga Amerika Serikat, Liga di Timur Tengah, maupun Liga di Asia, jadi pilihan. Toh nilai plusnya mereka di liga-liga tersebut juga akan mendapatkan bayaran yang tinggi, plus jadi bintang pula di sana.
Tapi yang menjadi fenomena unik, ada beberapa pesepakbola Eropa yang keluar dari Liga Eropa malah memilih bergabung ke Liga Amerika Selatan. Liga yang notabene jarang jadi sorotan dan kurang kompetitif. Liga di sana juga tak menawarkan kenyamanan bagi mereka yang mencari ketenangan di akhir masa senjanya. Baik itu secara bayaran maupun kompetisi.
David Trezeguet (River Plate)
Seperti David Trezeguet. Siapa yang tak kenal striker Timnas Prancis yang mirip artis Dik Doank ini. Penampilannya di level klub dan timnas tak usah diragukan lagi. Gelar Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000 juga sudah didapat pemain berjuluk “Trezegol” ini. Dalam perjalanan karirnya di level klub, Trezeguet ini memang mulai dikenal sejak moncer bersama AS Monaco kemudian ketika di Juventus.
Tapi jangan salah, awal mulanya karir pemain bernama lengkap David Sergio Trezeguet ini ternyata bermain di klub Liga Argentina yang berbasis di kota Buenos Aires, Atletico Platense pada tahun 1994.
Pasca moncer di Juve, tahun 2010 ia memutuskan untuk hijrah dari Italia dan mencicipi liga di luar Eropa. Sempat membela klub Uni Emirat Arab, Baniyas, tapi nyatanya Trezeguet memilih untuk mengakhiri karirnya sebagai pesepakbola di Liga Argentina. Pasalnya, Trezeguet ini ternyata punya darah Argentina lho dari ayahnya.
David Trezeguet: now playing for Argentina side, Newell’s Old Boys pic.twitter.com/mKYV1Cz1TR
— Where Are They Now? (@WhereNowFooty) September 28, 2013
Pantas saja River Plate dan Newells Old Boys jadi pelabuhan karirnya menikmati si kulit bundar di usia senja. Trezeguet mengaku sendiri bahwa dirinya memang sudah merencanakan hal ini sejak bermain di usia muda bersama Atletico Platense.
Se cumplen 7 años de que River Plate volvió a primera división gracias al doblete de Trezeguet a Almirante Brown en el Monumental. Luego de los peores años en la historia del club, empezaría un ciclo fantástico. pic.twitter.com/DexeEm28yp
— River su historia (@RiverSuHistoria) June 23, 2019
Clarence Seedorf (Botafogo)
Pemain kedua yang malah memilih hijrah ke Liga Conmebol adalah Clarence Seedorf. Bintang Belanda yang satu ini unik. Moncer dan bergelimang prestasi di Ajax, Real Madrid, maupun AC Milan, eh ia ternyata lebih memilih Liga Brazil sebagai tempatnya pensiun.
Seedorf hijrah dari AC Milan menuju Botafogo pada tahun 2012, setelah usianya menginjak 36 tahun. Meski ditawari beberapa klub besar sebagai pelabuhan terakhir karirnya, Seedorf malah mengakhirinya di kota Rio De Janeiro.
Hoje é aniversário do Clarence Seedorf, holandês que jogou muito no Fogão e foi campeão carioca com o clube em 2013!
Parabéns, craque! 🇳🇱🔥🎂 pic.twitter.com/vgyScf5Mz1
— Botafogo F.R. (@Botafogo) April 1, 2021
Dilansir These Football Times, Presiden Botafogo, Maurício Assumpção mengatakan bahwa Seedorf adalah pemain asing terbaik yang pernah bergabung di Liga Brazil. Menurutnya Seedorf datang bukan untuk uang. Dia adalah pemain yang menyukai tantangan. Sepakbola dan talenta terbaik negeri Samba, juga dianggap Seedorf sebagai pengaruh kenapa bisa berkarir hebat sebagai pesepakbola.
Pemain berdarah Suriname tersebut membela Botafogo selama dua musim sebelum memutuskan untuk pensiun. Selama bersama Botafogo, ia juga turut andil memberi pengaruh kepada skuad dalam meraih gelar Campeonato Carioca pada tahun 2013. Sebelum akhirnya di 2014 ia memutuskan pensiun dan jadi pelatih sementara AC Milan menggantikan Allegri.
Daniele De Rossi (Boca Juniors)
Yang berikutnya adalah Daniele De Rossi. De Rossi tak dipungkiri adalah maskot AS Roma pasca Totti pensiun. Banyak yang menduga bahwa De Rossi akan tenang pensiun dan dielu-elukan para fans di Olimpico sebagai legenda yang hanya berseragam satu klub selama karirnya. Yang perlu diketahui, De Rossi ini adalah produk asli binaan AS Roma sejak 2002 silam.
Tapi cerita itu seketika berbalik di tahun 2019. 17 tahun berkarir di Giallorossi, tidak diakhiri dengan manis oleh De Rossi. Ia malah hijrah, melancong jauh berseragam Boca Juniors. Lalu apa sih yang menyebabkan De Rossi memilih hijrah ke Liga Argentina?
Daniele De Rossi has finally won a league title after 20 years!
He picked up eight runner-up medals with Roma but played enough minutes to earn a winners medal with Boca Juniors 💙💛 pic.twitter.com/49tpIIHYL0
— ESPN FC (@ESPNFC) March 9, 2020
Dilansir ESPN, De Rossi mengatakan sendiri bahwa pengalaman bermain di stadion bersejarah La Bombonera menjadi salah satu mimpinya. Ia ingin sekali mencicipi atmosfer bermain di Liga Argentina dengan berbagai bumbu dari para pendukungnya yang fanatik. Selain itu tawaran dari rekannya di Roma, Nicolas Burdisso juga jadi salah satu faktor.
Tapi menurut pendapat beberapa pihak seperti pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone pemain dari Italia yang lebih mengandalkan taktik seperti De Rossi akan susah beradaptasi di Liga Argentina. Pasalnya sepakbola Argentina lebih keras dan terbuka.
Namun bagi De Rossi, persetan dengan itu semua. Yang penting mimpinya sudah terpenuhi. Yang lebih spesialnya lagi, ia bukan pensiun sebagai pemain bukan di AS Roma, melainkan di Boca Juniors.
Juanfran (Sao Paulo)
Pemain berikutnya ada bek kanan asal Spanyol, Juanfran. Mantan bek Real Madrid yang bersinar di Atletico Madrid ini tak memilih bertahan di Spanyol untuk mengakhiri masa pensiunnya sebagai pesepakbola.
Pemain yang pernah berjasa membawa Atletico Madrid juara La Liga dan menjadi finalis Liga Champions tersebut, bergabung ke Liga Brazil bersama klub Sao Paulo. Di sana ia terbilang asing. Pasalnya ia tercatat sebagai pemain Spanyol pertama sejak 1938 yang berseragam Sao Paulo.
Fernando Carazo Castro (1936) e Juanfran (2019-atualmente) são os únicos jogadores espanhóis da história do São Paulo 🇾🇪 🇪🇸 pic.twitter.com/a7Bjh4gi9n
— Memória SPFC (@memoria_spfc) July 11, 2020
Juanfran hengkang dari Spanyol di saat usianya menginjak 34 tahun. Lalu kenapa Juanfran memilih Sao Paulo? Aktornya adalah direktur olahraga Sao Paulo bernama Ray. Dalam wawancaranya dengan Marca, Juanfran mengakui sendiri peran Ray yang membawanya merasakan atmosfer bermain di luar Eropa. Juanfran pun mengatakan bahwa ia betah juga tinggal di Brazil.
Juanfran Torres jugará en el Sao Paulo la próxima temporada. Le deseo lo mejor a este gran atlético que sabe que el @Atleti siempre será su casa. pic.twitter.com/sgnM7EZ0dv
— Francisco Sierra (@fsierra) August 3, 2019
Melihat rekan-rekan yang berpengaruh pada karirnya selama di Spanyol macam Filipe Luis, Miranda, maupun Diego Ribas, membuat ia percaya bahwa sepakbola Brazil masih mempunyai level yang kompetitif untuk menghasilkan talenta terbaik di seluruh dunia.
Juanfran datang ke Sao Paulo juga tak sendirian. Ia datang bersamaan dengan Dani Alves yang juga memilih hijrah dari PSG. Namun, hanya satu musim Juanfran menikmati masa indahnya di Brazil. Ia tak lagi kembali ke rumah yang membesarkannya Spanyol, melainkan pensiun di Sao Paulo pada 2020 silam.
Dimitri Payet (Vasco Da Gama)
Pemain Eropa yang baru-baru ini mengejutkan hijrah ke Liga Conmebol adalah Dimitri Payet. Payet tiba-tiba bergabung di klub Liga Brazil, Vasco Da Gama.
Payet 🤍 Torcida Vascaína #VascoDaGama #VASxCAM #BrasileiroNaVascoTV pic.twitter.com/mo8CuG6m4w
— Vasco da Gama (@VascodaGama) August 20, 2023
Kok bisa pemain yang punya karir mentereng di Eropa bahkan tampak loyal bersama Marseille bisa melancong jauh ke Liga Brazil? Bahkan proses transfernya pun membingungkan para fans, terutama fans Marseille.
Bayangkan, ia sudah bersama Marseille sejak enam setengah tahun yang lalu. Memang sih kontraknya sudah habis di Marseille musim ini. Tapi awalnya, ia hanya diisukan akan hijrah tak jauh-jauh dari Liga Prancis.
Tapi semua itu tak terjadi. Ia malah bergabung ke Vasco Da Gama. Dilansir dari FIFA.com Payet mengatakan sendiri bahwa ada kemiripan antara Marseille dan Vasco Da Gama, yakni sama-sama sebagai tim yang masih berjuang. Payet mengatakan ia suka tantangan dan Vasco menjadi klub yang tepat bagi dirinya untuk bisa diangkat dari keterpurukan. Maklum Vasco Da Gama ini bukan lagi tim papan atas di Liga Brazil.
Selain itu, menurut kabar yang berhembus di Prancis, Payet memilih tak pensiun di Marseille karena ia masih ingin menikmati bermain sepakbola lagi di usianya yang sudah menginjak 36 tahun. Faktor pertimbangan loyalitas kepada Marseille ternyata juga jadi sebab. Ia diduga tak hijrah ke klub sesama Prancis karena tak mau mengkhianati Marseille. Ya, apapun yang dipilih Payet tentu sudah dipertimbangkannya matang-matang. Entahlah, apakah ia akan pensiun di sana atau tidak.
🇫🇷🇧🇷Dimitri Payet on rejecting Saudi Arabia to join Vasco da Gama in Brazil.
“People who know me know that money hasn’t been my priority for a long time now.
“I think it’s good to have some, and you shouldn’t spit in soup either, but I think that’s why I was so happy here (in… pic.twitter.com/Et2XPbxZtu
— Sam Street (@samstreetwrites) August 15, 2023
Sumber Referensi : planetfootball, 90min, fifa.com, marca, thesefootballtimes, espn