Berita Sepakbola Terlengkap

Berita Sepakbola Terlengkap Indonesia

Tim Turki Penakluk Kompetisi Eropa

Berjalan-jalan ke kota Istanbul. Ibu kota Negeri 1000 menara, Turki. Kemegahan arsitektural peninggalan kekaisaran Ottoman terpampang nyata di sudut-sudut kota tersebut. Namun keindahan kota Istanbul ternyata punya sisi lain yang berbeda di dunia sepakbola.

Kota tersebut punya tiga kesebelasan terbaik yang saling punya rivalitas, yakni Besiktas, Fenerbahce dan Galatasaray. Nama terakhir patut disorot. Klub ini punya salah satu julukan yakni “Avrupa Fatihi” yang artinya sang penakluk Eropa. Ya, faktanya memang Galatasaray telah lama menjadi wajah kemajuan sepakbola Turki di kompetisi Eropa.

Juara Piala UEFA

Klub yang didirikan oleh Ali Sami Yen tersebut adalah cerminan dari seberapa kuat sepakbola Turki di mata dunia. Pasalnya, klub inilah yang jadi satu-satunya klub Turki yang berhasil meraih trofi di kompetisi Eropa.

Tak dipungkiri cerita manis Galatasaray di musim 1999/00 jadi tonggak di mana sepakbola Turki makin terpandang di kancah Eropa. Anak asuh Fatih Terim ketika itu menghempas para lawannya di babak knockout Piala UEFA. Bologna, Dortmund, Mallorca, hingga Leeds United semua mereka kandaskan.

Pada 17 Mei 2000 di Kopenhagen, rakyat Turki yang berharap meraih mahkota Eropa dalam sejarah sepakbolanya diwakili oleh Galatasaray. Raksasa Inggris, Arsenal asuhan Wenger tak menjadi halangan bagi pasukan Terim. Bermain sama kuat di babak normal hingga perpanjangan waktu, mimpi Galatasaray dan rakyat Turki itu akhirnya terwujud di babak adu penalti.

Pilar Arsenal, Vieira dan Suker gagal jadi algojo penalti. Galatasaray unggul 4-1, dan berhak atas mahkota Piala UEFA. Euforia fans dan seluruh rakyat Turki pun tak terbendung merayakan peristiwa sejarah ini. Mereka tumpah ruah di Istanbul merayakan kesuksesan Galatasaray.

Juara Piala Super Eropa

Euforia Galatasaray menorehkan sejarah bagi sepakbola Turki tak sampai di situ. Sebagai juara Piala UEFA musim berikutnya mereka ditantang oleh juara Liga Champions Real Madrid di laga bertajuk final Piala Super Eropa tahun 2000.

Tak mudah bagi Galatasaray saat itu yang tak lagi diasuh oleh Fatih Terim yang hijrah ke Fiorentina. Pelatih Rumania, Mircea Lucescu adalah pelatih baru mereka. Tak mudah bagi Lucescu debut melawan skuad Galacticos El Real di bawah arahan Vicente Del Bosque. Selain bejubel bintang macam Roberto Carlos, Raul, hingga Morientes, mereka juga baru kedatangan pemain termahal yakni Luis Figo.

Sudah bergitu Galatasaray kehilangan striker haus golnya Hakan Sukur yang hengkang ke Inter. Mereka hanya mendapatkan gantinya, yakni pemain Brazil, Mario Jardel. Namun jangan salah, justru Jardel inilah yang kemudian menjadi mimpi buruk bagi skuad mahal El Real.

Bermain di Stade Louis II Monaco, Galatasaray dan Real Madrid sama kuat di babak normal 90 menit. Raul dan Mario Jardel sama-sama mencetak gol di waktu normal. Hasil 1-1 membuat laga berlanjut ke babak perpanjangan waktu. Masih menggunakan metode gol emas (Golden Goal) Galatasaray sukses memanfaatkannya.

Menerima umpan crossing dari Fatih Akyel dari sisi kanan, Mario Jardel sukses menjadi penentu kemenangan dengan menceploskan bola ke gawang Casillas di menit 103. Galatasaray berpesta di hadapan para skuad mahal El Real yang tertunduk lesu di lapangan. Sebuah catatan sejarah kembali ditorehkan Galatasaray di level Eropa.

Kembali Ke Liga Champions

Dua mahkota yang dibawa pulang Galatasaray ke Turki itu belum lagi diulangi oleh klub Turki lainnya, tak terkecuali Besiktas maupun Fenerbahce.

Lalu apakah kisah hebat Galatasaray tersebut berlanjut? Sayangnya, hal tersebut tak terulang lagi. Prestasi tertinggi berikutnya hanya mentok sampai perempat final Liga Champions. Itu terjadi pada musim 2000/01 dan 2012/13. Mereka kebetulan di dua musim tersebut, kandas di babak perempat final oleh Real Madrid. Tim yang disakitinya di Piala Super Eropa tahun 2000 silam.

Lalu di era sekarang bagaimana? Galatasaray ini sudah lama tak lagi nongol di Liga Champions. Terakhir kali mereka mentas di Liga champions itu adalah di musim 2019/20. Ketika itu mereka masih dilatih Fatih Terim. Namun prestasinya hanya sampai babak grup.

Nah di musim 2023/24 ini, akan menjadi saksi kembalinya Galatasaray ke Liga Champions. Dari keterpurukan mereka musim 2021/22 yang hanya finish di papan 13 Liga Turki, mereka telah bangkit musim lalu dengan menjadi juara Liga Turki lewat sentuhan pelatih baru mereka Okan Buruk.

Optimisme Galatasaray

Di masa Okan Buruk, Galatasaray bangkit dengan optimisme tinggi mengulangi kisah kehebatan mereka di masa lalu. Maklum, Okan ini adalah salah satu aktor dari kesuksesan Galatasaray dulu di pentas Eropa.

Skuad Galatasaray sejak musim lalu sudah dibangun dengan materi pemain yang tidak biasa.Nicolo Zaniolo, Mauro Icardi, Juan Mata, Dries Mertens, Sergio Oliveira, maupun Lucas Torreira sudah mewarnai kesolidan skuad mereka.

Musim ini Galatasaray juga sudah menambah amunisi baru macam Wilfried Zaha, Tete, Hakim Ziyech, Angelino, Kerem Demirbay, Davinson Sanchez, hingga Tanguy Ndombele. Bisa dikatakan, kedalaman skuad Galatasaray musim ini tak bisa dianggap remeh.

Persoalannya mereka harus berjibaku di sebuah grup yang berisi raksasa Jerman, Bayern Munchen dan raksasa Inggris, Manchester United. Namun dengan modal juara Liga Turki optimisme masih terpelihara di kubu Okan Buruk.

Stadion dan Fans

Ditambah keunggulan mereka kalau sudah bicara soal stadion dan fans. Stadion mereka yang dulu dikenal dengan Ali Sami Yen Stadium telah banyak memakan korban. Termasuk MU sekalipun di tahun 1993 silam. Galatasaray menjadikan stadion sebagai “neraka” bagi setiap klub yang bertandang.

Galatasaray tak dipungkiri telah menjadi klub dengan basis pendukung terbesar di Turki. Menurut These Football Times, pada tahun 2019 lalu sekitar 40% atau kurang lebih 30 juta fans sepakbola di Turki teridentifikasi sebagai pendukung Galatasaray. Itu baru dari Turki, belum lagi dari negara lain.

Tak heran jika Galatasaray bermain di kandang, stadion selalu penuh sesak. Tak jarang koreo, suara drum, nyanyian fans yang lantang, serta dan flare yang menyala, menjadi bumbu tersendiri yang siap menggetarkan setiap lawan yang datang.

Keberadaan Ultras mereka yang sering disebut Ultraslan, juga jadi bukti betapa sangar dan intimidatifnya pendukung mereka. Tak heran jika beberapa kerusuhan pun sempat mewarnai perjalanan Galatasaray.

Selain peristiwa 1993 dengan MU, di 2000 ketika menghadapi Leeds di Piala UEFA pun sama rusuhnya. Di tahun 2001 ketika menghadapi PSG di Liga Champions pun juga sama rusuhnya. Yang paling fenomenal lagi adalah ketika Galatasaray Derby melawan Fenerbahce yang terjadi di tahun 2012. Pasalnya, peristiwa kerusuhannya sampai merenggut nyawa.

Ya, bagaimanapun dengan catatan kelam para Ultras mereka, Galatasaray tetaplah yang terbaik di Turki. Mereka menjadi cerminan kesuksesan dan kemajuan sepakbola negaranya. “Avrupanin En İyisi” yang berarti, Kami tetap yang terbaik di Eropa.

Sumber Referensi : thesefootballtimes, uefa.com, planetfootball, dailysabah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *