Berita Sepakbola Terlengkap

Berita Sepakbola Terlengkap Indonesia

Misi Rumit Pochettino Memperbaiki Chelsea yang Hancur Lebur

Dua pemecatan, tiga kali pergantian pelatih, menghabiskan lebih dari 600 juta pound (Rp11 triliun) untuk belanja pemain, dan mendapat serangkaian hasil buruk sudah cukup mendeskripsikan sebagaimana hancurnya Chelsea musim lalu. Namun, kini bersama pelatih baru, The Blues menatap masa depan yang cerah.

Mauricio Pochettino terpilih untuk menukangi Chelsea musim depan. Menangani klub yang sedang kehilangan jati diri tentu bukan suatu hal yang mudah baginya. Tapi, banyak yang meyakini kalau penunjukkan Pochettino adalah satu-satunya keputusan tepat Todd Boehly dalam 11 bulan terakhir. Setidaknya, fans bersyukur tim kesayangannya tak lagi dilatih oleh Frank Lampard. 

Bursa Calon Pelatih Baru Chelsea

Setelah melihat performa tim yang amburadul di bawah Frank Lampard, manajemen Chelsea segera mencari pelatih untuk menangani klub mulai musim 2023/24. Sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada Mauricio Pochettino, beberapa nama besar telah dikaitkan dengan jabatan tersebut.

Chelsea lebih dulu berkomunikasi dengan Julian Nagelsmann dan Luis Enrique. Melihat pelatih sehebat mereka nganggur, manajemen Chelsea cepat-cepat melakukan negosiasi. Gayung bersambut, keduanya terbuka dengan kesempatan itu.

Setelah pertemuan pertama dilakukan, Nagelsmann cukup ragu dengan visi-misi yang diusung Chelsea dalam beberapa musim ke depan. Dilansir Goal, pelatih asal Jerman itu mundur karena merasa Chelsea bukan klub yang tepat untuknya. 

Hal serupa juga dilakukan Luis Enrique. Tidak memiliki tujuan yang sama, Chelsea dan Enrique pun tak mencapai kata sepakat. Akhirnya, Chelsea lebih memprioritaskan mantan pelatih Spurs tersebut ketimbang kandidat-kandidat lain. 

Mengapa Pochettino?

Maka Pochettino yang dipilih untuk menjadi pelatih Chelsea. Mengapa? Pengalaman Pochettino di Liga Inggris adalah alasan utamanya. Apa yang dilakukan Pochettino bersama Tottenham Hotspur dan Southampton membuat manajemen Chelsea memprioritaskan dirinya. Tampaknya, The Blues enggan berjudi lagi dengan menunjuk pelatih tak berpengalaman apalagi yang hanya memiliki lisensi A UEFA.

Meski Pochettino tak meraih prestasi apa pun bersama kedua tim tersebut, tapi masa kepemimpinannya cukup melegenda. Kita bisa melihat bagaimana pelatih berusia 51 tahun itu menyulap Southampton yang berstatus sebagai klub yoyo menjadi klub yang bersaing di papan tengah. Ia bahkan mampu mengantongi 1,47 poin per game kala menukangi klub sekelas Soton.

Sementara di Spurs, tak diragukan lagi. Pochettino membuat Spurs jadi tim yang selalu bersaing di empat besar Liga Inggris. Selama lima tahun bersama Pochettino, The Lilywhites tak pernah terlempar dari lima besar klasemen Premier League. Itu berarti Spurs jadi tim langganan kompetisi Eropa di era Pochettino.

Terbiasa dengan Pemain Muda

Selain pengalaman, Chelsea juga melihat cara kerja Pochettino di beberapa klub. Selama karirnya melatih, Pochettino dikenal sebagai pelatih yang pandai membaca situasi. Ia merupakan pelatih yang cepat beradaptasi dengan skuad dan kondisi manajemen yang baru.

Tak cuma itu, Pochettino juga baik dalam membangun kembali sebuah tim dengan pemain-pemain muda. Itu berhasil ia lakukan bersama Southampton dan Tottenham beberapa tahun lalu. Bersama Soton misalnya. Ia membangun pondasi yang kuat dengan mengandalkan pemain-pemain muda seperti James Ward-Prowse, Luke Shaw, hingga Adam Lallana.

Mungkin bersama kedua klub tersebut, Pochettino tak menjuarai apapun, tapi kita bisa melihat kalau tim asuhan Pochettino selalu bisa tampil menyerang dan enak dilihat. Pochettino benar-benar mengerjakan banyak hal di Liga Inggris dengan sabar dan tulus. Dan itulah yang diinginkan oleh petinggi Chelsea. Setidaknya untuk saat ini. 

Mengelola Pemain Bintang

Tak hanya mengandalkan pemain muda, Pochettino juga tak keberatan mengandalkan pemain-pemain bintang. Mantan pelatih Espanyol itu sudah merasakannya di PSG. Ia dihadapkan pemain-pemain berlabel bintang seperti Sergio Ramos, Neymar, Kylian Mbappe, dan Lionel Messi. 

Banyak yang mengira kalau sang pelatih akan kewalahan mengelola tim yang berisikan pemain berego tinggi. Tapi perkiraan itu meleset. Pochettino terbukti bisa meredam ego mereka. PSG terorganisir cukup baik di bawah asuhan pelatih asal Argentina itu.

Berkat kepiawaiannya menangani ego pemain PSG, Chelsea melihatnya sebagai pelatih yang ambisius dengan potensi untuk tumbuh lebih jauh. Karena Todd Boehly juga berencana ingin mendatangkan pemain-pemain top suatu saat nanti.

Masalah Ruang Ganti

Datang ke klub yang sedang kehilangan arah membuat Pochettino memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dirampungkan. Soal skuat yang gemuk sudah tidak lagi, kini giliran masalah ruang ganti. Setelah mengalami musim yang buruk, mental pemain dan cara bagaimana mereka berkomunikasi pasti tak sama dengan musim-musim sebelumnya.

Nah, Pochettino harus bekerjasama dengan seluruh elemen yang bekerja di Chelsea untuk meningkatkan kualitas ruang ganti. Sebagai pelatih, Pochettino harus banyak-banyak ngobrol dan memotivasi para pemainnya. Hal seperti ini pernah ia lakukan kepada mantan anak asuhnya di Spurs, Ryan Mason yang kala itu sangat down akibat cedera.

Dilansir Sky Sport, Pochettino memotivasi Mason ketika sang pemain mengalami cedera parah di kepala. Cedera itu bahkan membuat Mason frustrasi karena harus mengakhiri karirnya lebih cepat dari perkiraan. Berkat komunikasi dari hati ke hati dan beberapa kalimat motivasi, Mason bisa bangkit dan akhirnya menekuni dunia kepelatihan.

Pemilihan Kapten

Untuk mengkondisikan ruang ganti Chelsea, Pochettino tak bisa sendirian. Ia harus dibantu oleh sang kapten. Karena Cesar Azpilicueta akan bermain untuk Atletico Madrid mulai musim depan, keputusan siapa yang akan mengemban jabatan kapten tim musim depan ada di tangan Pochettino. 

Pemilihan kapten memang cukup krusial. Tentu Pochettino tak mau salah memilih seperti Ole Gunnar Solskjaer yang kala itu menunjuk Harry Maguire sebagai kapten Manchester United. Thiago Silva barangkali pemain yang cocok untuk posisi tersebut. Berusia 38 tahun, Silva jadi pemain paling tua di skuad. Pengalamannya akan sangat berguna untuk mengkoordinasi pemain Chelsea.

Memaksimalkan Waktu yang Ada

Masa pramusim Chelsea juga bakal jadi lebih krusial dari biasanya. Selain untuk menjaga kondisi jelang musim 2023/24, dalam sesi pramusim, Pochettino pasti akan menyesuaikan skema permainannya pada pemain Chelsea. Laga-laga uji coba juga akan sangat membantu untuk meningkatkan kekompakan di lapangan.

Selain itu, mempertajam lini depan bakal jadi konsentrasi utama Pochettino di sesi latihan nanti. Musim lalu, Raheem Sterling, Kai Havertz, hingga Mykhaylo Mudryk begitu kesulitan mencetak gol. Padahal musim 2021/22 mereka merupakan pemain yang cukup produktif.

Masalah mungkin akan cepat teratasi jika berhasil mendatangkan striker top. Tapi untuk mendatangkan striker yang menjamin 20 gol per musim tampaknya cukup sulit. Setelah musim yang buruk, Chelsea telah kehilangan daya tariknya. 

Jadi, Pochettino harus memanfaatkan pemain-pemain yang ada. Barangkali bisa mencoba untuk mengembalikan naluri mencetak gol dari Sterling karena ia merupakan pemain yang gacor sewaktu di Manchester City. Atau memaksimalkan kemampuan pemain anyar, Nicolas Jackson.

Pramusim sedikit banyak akan berpengaruh pada jalannya musim berikutnya. Jika latihan dan laga pramusim berjalan dengan baik, bisa dipastikan musim depan akan berpihak pada Chelsea. Fans The Blues harus percaya pada proses yang nantinya dilakukan oleh Pochettino. In Pochettino we trust! 

Sumber: Sky Sport, Telegraph, ESPN, Goal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *