Berita Sepakbola Terlengkap

Berita Sepakbola Terlengkap Indonesia

Klub Sayap Kiri Yunani, Penjinak Brighton di Liga Europa

AEK Athens punya segudang fakta menarik. Sayangnya, fakta-fakta tersebut seolah terbungkam meski mereka mampu menjinakkan Brighton & Hove Albion di matchday pertama Liga Europa musim ini.

Harus diakui kalau banyak media dan pencinta sepak bola lebih menyoroti kekalahan Brighton ketimbang menyanjung penampilan AEK. Padahal, apa yang dicapai AEK Athens tahun ini adalah hasil dari sebuah perjalanan panjang.

Dan sebelum menginjakkan kakinya di fase grup Liga Europa musim ini, AEK harus kehilangan nyawa salah satu suporternya. Fakta itulah yang akan mengantarkan kita untuk dapat lebih mengenal siapa sebenarnya AEK Athens.

Rusuh di Athena, 1 Suporter AEK Tewas

Tak seperti Brighton yang lolos ke Liga Europa dengan sebagai tim peringkat 6 Liga Inggris, AEK Athens adalah jawara Liga Super Yunani. Sebagai juara, AEK mendapat jatah tiket kualifikasi babak ketiga Liga Champions. Di babak itulah, AEK mendapat kabar duka.

Hasil drawing mempertemukan AEK Athens dengan juara Liga Kroasia, Dinamo Zagreb. Leg pertama seharusnya digelar di kandang AEK pada 8 Agustus 2023. Namun, UEFA memutuskan untuk menunda pertandingan tersebut. Akibatnya, laga pada tanggal 15 Agustus di kandang Dinamo dihitung sebagai leg pertama, sementara laga tunda pada tanggal 19 Agustus dihitung sebagai leg kedua.

Penundaan tersebut terjadi akibat dari bentrokan antarsuporter yang pecah sebelum kickoff di stadion Agi Spohia, 8 Agustus 2023. Dalam bentrokan tersebut, seorang suporter berusia 29 tahun atas nama Michalis Katsouris tewas akibat luka tusuk.

Bentrokan tersebut juga mengakibatkan 8 suporter lainnya terluka. Dari laporan AP News, kepolisian Yunani telah menangkap 88 orang, sebagian besar merupakan suporter Dinamo Zagreb. Sementara itu, sebanyak 7 polisi Yunani mendapat skors sebagai buntut pecahnya bentrokan.

Tewasnya salah satu penggemar mereka membuat para pemain AEK Athens melayat ke lokasi kematian. Tragedi tersebut juga menjadi perhatian perdana menteri Kroasia dan Yunani.

Pihak berwenang Yunani dan UEFA sejatinya telah memutuskan untuk tidak menjual tiket bagi fans tim tamu. Namun, menurut laporan media Kroasia, di tengah larangan suporter away, sekitar 200 penggemar Dinamo Zagreb nekat melakukan perjalanan ke kota Athena dan kemungkinan besar datang sebagai turis biasa.

Bukan tanpa sebab suporter tim tamu dilarang datang ke Athena. Selain rekam jejak kerusuhan suporter yang akhir-akhir ini banyak terjadi di Yunani, AEK Athens dan Dinamo Zagreb memiliki dua kelompok suporter berbeda ideologi.

Original 21 di pihak AEK dan Bad Blue Boys di pihak Dinamo. Dua kelompok ini lahir juga karena sejarah ideologi kedua tim. AEK dengan ideologi sayap kiri, sedangkan Dinamo dengan ideologi sayap kanan. Sialnya, suporter yang tewas ditikam konon merupakan anggota dari Original 21.

AEK Athens, Klub Sayap Kiri yang Didirikan Para Pengungsi

Meski tak pernah mendeklarasikan diri sebagai klub sepak bola yang berideologi sayap kiri di Yunani, tetapi AEK Athens memang kental akan aroma anti-fasis. Fakta sejarahlah yang membentuk persepsi tersebut hingga melahirkan kelompok ultras Original 21.

Sejarah berdirinya AEK Athens tak bisa dilepaskan dari Perang Yunani-Turki yang berlangsung antara Mei 1919 hingga Oktober 1922. Setelah perang berakhir dan Kekaisaran Ottoman runtuh, pemerintah Yunani dan Turki sepakat untuk melakukan pertukaran imigran besar-besaran, di mana sebanyak 1,5 juta orang Yunani Anatolia diusir dari Turki dan 400 ribu orang beragama Islam harus meninggalkan Yunani.

Dari peristiwa tersebut, para pengungsi Yunani Anatolia banyak yang pergi ke kota Athena dan membentuk lingkungan baru di pinggiran kota, salah satunya di Nia Filadelfeia. Singkat cerita, pada 13 April 1924, sekelompok pengungsi tersebut berkumpul di sebuah toko olahraga bernama “Lux” di pusat kota Athena dan kemudian mendirikan AEK.

AEK sendiri merupakan singkatan dari “Athlitikí Énosis Konstantinoupόleos” yang artinya “Persatuan Atletik Konstantinopel”. Logo klub ini bergambar elang berkepala dua yang merupakan simbol dari dinasti Paleologue, kaisar Bizantium terakhir. Logo tersebut juga membuat AEK mendapat julukan “Dikéfalos Aetós” yang artinya “Elang berkepala dua”.

Niat para pendiri AEK adalah untuk menyediakan sarana olahraga dan pengalihan budaya bagi ribuan pengungsi yang telah menetap di pinggiran kota Athena. Klub ini juga berdiri untuk mewakili nilai-nilai para pengungsi dari Konstantinopel serta menghormati budaya dan seni mereka.

Tak bisa dipungkiri kalau AEK Athens terus mempertahankan identitas imigran mereka hingga hari ini. Maka dari itulah, dengan sendirinya tumbuh ideologi sayap kiri dan anti-fasis yang kuat dari para penggemarnya.

Kelompok ultras Original 21 sendiri merupakan organisasi suporter terbesar AEK Athens. Mereka memiliki hubungan persahabatan dengan para pendukung sayap kiri dari Olympique Marseille dan Livorno. Persahabatan ketiga kelompok tersebut dikenal dengan sebutan “Triangle of Brotherhood”. Alasan ideologis juga menjadikan fans sayap kiri AEK punya hubungan yang kuat dengan fans St. Pauli dan Fenerbahce.

Sejarah AEK Athens: Pernah Terdegradasi dan Punya 33 Trofi Domestik

Klub berjersey kuning-hitam itu bukanlah klub kacangan di Yunani. Tidak seperti Brighton yang baru saja mereka jinakkan di Liga Europa, AEK Athens adalah klub legendaris dan salah satu kesebelasan tersukses di Negeri Para Dewa. AEK adalah klub ketiga tersukses di Yunani, hanya kalah dari Olympiacos dan Panathinaikos. Hingga hari ini, AEK sudah mengoleksi 33 trofi domestik.

Meski begitu, AEK pernah mengalami masa-masa tersulit dalam sejarah klub. Ini terjadi di tahun 2013. Saat itu, mereka mengalami penurunan prestasi yang tajam dan mengalami krisis finansial terbesar. AEK bangkrut dan untuk pertama kalinya sejak klub berdiri, AEK terdegradasi dari Liga Super Yunani.

Pada musim 2013/2014, AEK Athens dilaporkan memiliki hutang pajak hingga 170 juta euro. Mereka juga harus rela memulai kiprahnya dari Football League 2, divisi 3 Liga Yunani.

Di masa-masa terkelam tersebut, Dimitris Melissanidis kembali. Ia adalah mantan presiden klub di era 90an. Kala itu, Melissanidis bersama dengan kelompok penggemar dan beberapa pemain legendaris AEK mendirikan organisasi non-profit, “Enosi Filon AEK” untuk mengambil alih kepemilikan klub sepak bola AEK. Singkat cerita, Melissanidris kemudian menjadi pemilik AEK Athens.

Dimitris Melissanidis sebenarnya adalah sosok yang kontroversial. Dia adalah seorang taipan bisnis perkapalan dan minyak, serta salah satu pengusaha terkaya di Yunani. Melissanidis pernah dituduh menyalahgunakan uang hasil dari bisnis pelayarannya yang bangkrut untuk hidup mewah dan untuk mendanai AEK Athens.

Meski begitu, harus diakui kalau Melissanidis adalah sosok yang berhasil menyelamatkan klub berjuluk “Dikéfalos Aetós” itu. Selain melunasi hutang klub, ia juga membangun kembali stadion yang dihancurkan pada tahun 2003 setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi Athena 1999.

Perlu diketahui kalau selama hampir 2 dekade, AEK Athens mengungsi ke stadion Olimpiade Athena sebagai kandang mereka. Hingga akhirnya, pembangunan Agia Sophia Stadium yang mulai dibangun pada 28 Juli 2017 dan menelan biaya hingga hampir 100 juta euro rampung pada tahun 2022.

Dibangun dibekas Stadion Nikos Goumas yang diruntuhkan, Agia Sophia Stadium memiliki kapasitas 32.500 tempat duduk. Stadion megah ini menjadi yang terbesar ketiga di Yunani dan meraih penghargaan “Stadium of The Year” dari situs StadiumDB.com. Tahun depan, markas AEK Athens itu bakal jadi venue final Liga Konferensi Eropa 2024.

Dimitris Melissanidis Pulang, AEK Athens Kembali Berjaya

Rampungnya pembangunan Agia Sophia Stadium seperti memberi berkah bagi AEK Athens. Kebetulan, dibukanya Agia Sophia Stadium bertepatan dengan suksesnya proyek ambisius AEK Athens yang membangun ulang kekuatannya.

Sejak dimiliki Dimitris Melissanidis, AEK Athens secara perlahan tapi pasti berhasil membangun ulang kejayaannya. Mereka sudah kembali ke Liga Super Yunani di musim 2015, juara Piala Yunani 2016, juara Liga Super 2017, dan untuk pertama kalinya sejak 1978, AEK sukses mengawinkan gelar liga dan piala Yunani di musim 2022/2023.

Keberhasilan tersebut tak lepas dari aktivitas transfer ambisius AEK Athens yang mendatangkan dua mantan bintang Piala Dunia 2018, yakni Domagoj Vida dan Djibril Sidibe. AEK juga mendatangkan pemain internasional Swiss, Steven Zuber dan mantan pemain timnas Serbia, Mijat Gacinovic. Para pemain ini melengkapi skuad AEK yang sudah berisi pemain timnas Iran, Ehsan Hajsafi dan Milad Mohammadi, pemain timnas Polandia, Damian Szymański, hingga kakak kandung Sofyan Amrabat, Nordin Amrabat.

Di musim tersebut, AEK juga merekrut pelatih Matias Almeyda. Mantan pemain timnas Argentina era 90an itu terbilang cukup sukses ketika menangani River Plate, Banfield, dan Guadalajara. Di bawah arahannya, AEK bermain high-pressing, enerjik, dan efektif dalam menyerang. Kombinasi inilah yang membuat AEK Athens berhasil meraih trofi Liga Super Yunani dan Piala Yunani 2023, serta berhasil menjinakkan Brighton di Liga Europa.

AEK Athens Jinakkan Brighton 3-2

Seperti yang disinggung di awal, AEK Athens bisa dibilang sebagai tim buangan dari Liga Champions. Setelah mengalahkan Dinamo Zagreb dengan skor agregat 4-3, langkah AEK dihentikan Royal Antwerp di babak play-off. Kekalahan itulah yang membuat “Dikéfalos Aetós” terlempar ke Liga Europa.

Di kompetisi kasta kedua Eropa itu, AEK Athens punya rekam jejak yang cukup bagus. Mereka pernah 3 kali lolos ke babak 32 besar, 4 kali masuk babak 16 besar, dan jadi satu-satunya klub Yunani yang pernah berlaga di partai semifinal di musim 1977. Meski prestasi tersebut sudah cukup lama, tetapi DNA Eropa sepertinya belum luntur dari AEK Athens.

Seperti pernyataan Roberto De Zerbi pasca takluk dari pasukan Matias Almeyda. Hasil laga tersebut terlihat tidak adil bagi Brighton yang tampil begitu dominan. Namun, pengalaman AEK Athens tak bisa bohong.

AEK tampil lebih efektif ketimbang Brighton. Gol-gol Djibril Sidibe, Mijat Gacinovic, dan Ezequiel Ponce hanya berhasil dibalas dua gol penalti Joao Pedro. AEK pun berhasil menjinakkan perlawanan Brighton dengan skor 3-2.

Setelah kemenangan tersebut, Matias Almeyda berkata, “Ada dua jurnalis di sini kemarin, ketika saya menyebutkan kami di sini untuk menang, salah satu dari mereka tertawa. Dia tidak ada di sini hari ini.”

Itulah beberapa fakta menarik dari AEK Athens. Dari kekalahan Brighton atas AEK, kita bisa belajar untuk tidak menganggap remeh lawan manapun, meski mereka kalah pamor dan pernah terpuruk di masa lalu.


Referensi: AP, AEK, Football Makes History, Brighton, Inside World Football, Reuters, The Guardian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *